Rabu, 03 September 2008

SAJAK BUKAN UNTUK DIRIMU



sajak ini bukan untuk dirimu!!

sajak ini untuk seseorang yang tidak menyukai sajak,
karena sejak sajak dibangun petak-petak rumah retak,
telah dijanjikannya jantung yang tak berhenti berdetak

sebuah janji yang di dalamnya tak ada kata-kata luka,
bayang-bayang paling miris diantara hujan rimis,
atau serbuk mimpi sebagai bunga tidur yang abadi

sebab kata-kata sibuk dengan jejak kaki-kaki sendiri,
hingga pohon jeruk di seberang jalan tidak kentara;
kuat akarnya, kokoh batangnya, dan manis buahnya

(2008)

RUMAH KENANGAN

karena terjadi serangkaian perang sudara,
kita musti melambai tangan dan saling mencipta
rumah kenangan di tiap-tiap rongga dada

dada kiriku kubangun sebuah rumah sederhana
tempat istirah saat lelah menguasai aliran darah
kulengkapi sebuah kapal cepat menuju penjara
tempatku melarikan diri sekali lagi dari surga

dada kananku kubangun sebuah rumah makan
kugunakan jika lapar menyerang seluruh pikiran
menu sehari-hari sepiring caci maki dan sebaki
air mata untuk mencuci tangan setelah kenyang

diantara dada kiri dan kananku kubangun sekat
dari jalinan bambu yang mengeras menjadi batu
entah berapa lama tetap bertahan, dari gempuran
rindu yang terus menghantam dari kiri dan kanan

sempurnalah rongga dadaku terbangun petak-petak
rumah kenangan, hingga tak ada celah sedikit saja;
sekedar lubang intip untuk mataku yang mulai rabun;
apakah segumpal hatiku telah menyimpan racun?

(2008)

BUAH MANGGA SISA DI DEPAN RUMAH

setelah lelah kita pulang ke masing-masing rumah
rumahmu dan rumahku yang cuma bersebelah
rumah kita hanya dipisahkan jalinan papan kayu
yang mengeras dan berubah jadi tembok batu

di depan rumahku kutemukan pohon mangga
yang berbuah meski tidak sedang musimnya
suatu saat nanti jika kau mampir, akan kugebyah
pohon itu dan kurebah segala buah yang belah

ingatkah dulu pohon mangga itu belumlah tumbuh
sebelum kau datang mengajakku melangkah jauh
melewati kelak-kelok jalan lika-liku luka yang penuh
hingga rupa-rupa pakaianku berubah warna lusuh

kini saat musim buah hampir tiba, kau belum juga
tiba di depan rumah untuk sekedar bertegur sapa
anehnya pohon mangga itu malah ranggas daunnya
hingga satu buah yang tersisa kumakan sendiri saja

maukah kau tahu bagaimana rasa buah sisa?
aduh, mampus, sungguh masam tidak terkira
tapi tetap saja kutelan sepotong demi sepotong
karena kutahu, air mata tidak bisa menolong

(2008)